Indahnya Malam Pertama

Posted by Aunillah 02 Juli 2014 1 komentar
IQROZEN | Indahnya Malam Pertama Tanpa Rembulan. Sebuah kisah cinta yang lahir saat dua insan untuk pertama kalinya bertemu dan itu terjadi setelah mereka hadir di atas Mahligai Pelaminan. Sebelumnya tidak saling kenal, bukan menjadi alasan untuk tidak berani merajut rumah tangga, karena hidup dan mati serta jodoh sudah ada yang mengaturnya. Baca juga Cerita Dewasa tentang Nikmat dan Duka Cinta Pertama.

Postingan ini khusus saya dedikasikan untuk istri tercinta dengan sedikit dibumbui kalimat hikmah agar dapat dikonsumsi publik. Mohon maaf bila kemudian ada hal-hal yang tidak berkenan dari isi artikel ini, karena hanyalah sebuah artikel sederhana untuk mengungkapkan kebahagiaan di hari ANNIVERSARY pernikahan kami.

13 Mei, menjadi langkah awal kehidupanku mengarungi bahtera rumah tangga bersama Kartini, bukan R. A. Kartini. Bagiku, hari bersejarah itu menyimpan kenangan indah yang tiada terlupakan dan mungkin tidak ada yang lebih indah lagi. Sebagai sejoli yang belum pernah bertemu apalagi bertatap muka, kami hanya terdiam di tepi ranjang pengantin yang penuh aksesoris cinta.
"Hmmm... Maaf kenalan dulu, ya!" Ajakku malu-malu-meong.
"Ah... Eh... Mmm... Iya." Jawab gadis yang baru saja menjadi istriku itu. Ia tertunduk malu jua.
"Enaknya panggil ade, dinda, sayang atau apa?" Ucapku mulai cetus.
"Terserah." Jawabnya singkat.
"Lho, kok terserah. Kamu, eh ade, aduh apa ya enaknya sebutan yang cocok?"
"Jangan sebut kamu ya! Mmmm... Ade gak suka." Ucap istriku kemudian.
"Ya udah, berarti Aa sama Ade aja deh sebutan buat kita. Gimana?"
"Ok. Ade ambil makanan dulu ya!" Ujarnya hendak berdiri.
"Eh, tapi kita sunnah dulu dong. Boleh gak, Aa berdoa dan mengecup kening Ade? Inikan contoh dari Rasulullah saat beliau baru menikah." Kataku seraya meraih jemari tangannya.

Istriku semakin menunduk malu, namun aku melihat anggukan lirih yang menjadi isyarat bahwa dia setuju dengan apa yang barusan aku pinta. Setelah kecupan di kening yang seumur-umur pertama kali aku lakukan kepada seorang wanita, hidupku serasa bergairah, semacam ada energi dahsyat mengaliri seluruh nadi dalam tubuh ini.

Berselang beberapa saat istriku kembali dengan makanan dan minuman memenuhi tangannya. Herannya tidak ada lagi nafsu makan yang timbul dari dalam diriku meski aku mencium aroma sedap hidangan pengantin baru. Langsung saja aku menggenggam tangan istriku dan memintanya duduk di sampingku.
"Dek, siapkah kalo kita ke Bulan malam ini? Bukankah lebih cepat lebih baik?" Tanyaku ingin seperti tayangan di sinetron.
"Aduh, eh gimana ya? Aku eh, maaf ya Aa, ade lagi..." Istriku tidak meneruskan ucapannya. Namun dia mulai berani tersenyum sambil menatapku.
"Oh... I know... It's ok... Oya ini kue beli atau buatan sendiri?" Kataku coba mengalihkan energi yang sedang bergelora dalam tubuh ini. Kemudian... (bersambung di lain kesempatan).
Ucapan Ijab Qabul Zen
Demikianlah sekilas Cerita Dewasa tentang Malam Pertama Tanpa Bulan Madu yang dapat saya posting di Hari Jadi Pernikahan kami yang terjadi tepatnya pada Ahad, 13 Mei 2012. Semoga dapat diambil pelajaran terutama bagi yang belum menikah agar dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan di malam pertama. Harapannya, malam pertama yang merupakan sejarah awal membina rumah tangga dihujani rahmat dan ridho Allah SWT

Baca Selengkapnya ....

Merajut Cinta di Atas Sajadah

Posted by Kabar Sehat 13 Mei 2012 2 komentar

Tulisan ini saya dedikasikan kepada perasaan gelisah yang telah merasuki jiwa, kegelisahan dalam menyambut bidadari yang dikirim Allah telah mengayunkan jemari ini mengapresiasikannya dalam diary cinta.

Sepekan pasca prosesi khitbah berlalu normal tanpa kesibukan ataupun gejolak jiwa yang berlebihan. Rutinitas ia jalani sebagaimana kehidupannya selama ini, sungguh tiada perubahan yang mencolok pada diri Zain Amrullah meski statusnya bertunangan. Dan inilah bentuk tawakal seorang hamba ketika telah mengetahui anugerah Allah untuknya yang berupa seorang bidadari.
Pekan berikutnya, kordinasi persiapan pernikahan mulai nampak meski tergolong sederhana. Kelengkapan administrasi menjadi topik dan agenda yang Zain Amrullah jalani selama sepekan itu. Perjalanan jauh nan melelahkan ia tempuh untuk  sampai di kota kecilnya, kota yang telah berperan mencerahkan keimanannya, kota tempatnya meraih doa restu Ayah-Bunda dan kerabat demi membangun mahligai rumah tangga.
Puncaknya, sepekan menjelang hari dimana yang telah ditentukan sebagai waktu yang tepat menjalankan prosesi Qobiltu Nikah. Seorang Zain masih tampak relax dan enjoy menikmati pekerjaannya sebagai seorang pendidik dan pendakwah. Seakan-akan tiada yang menjadi beban berat dalam menyambut hari pernikahannya. Datanglah seorang ustad yang begitu peduli dan memperhatikannya, beliau bertanya : “Apakah keluarga antum sudah menyiapkan mahar ataupun biaya untuk mensukseskan prosesi pernikahan antum?”
Dengan penuh keyakinan dan percaya diri Zain pun menjawab, “Alhamdulillah tadz, misi hidup saya salah satunya adalah tidak membebani orang lain termasuk keluarga, dan karena Allah Maha Kaya maka saya telah meminta kepada-Nya apapun yang menjadi kebutuhan dalam hidup saya. Berapapun yang akan saya siapkan saat ini insya Allah ada ustad, dan itulah komitmen saya sebagai umat Muhammad SAW yang sangat menjunjung harkat wanita.”
“Subhanallah ya akhy… Jika seperti itu komitmen antum, selembar sajadah pun cukup untuk membungkus dunia ini, sajadah yang menjadi landasan cinta dalam membangun keluarga beriman. Karena ketika manusia bercinta beralaskan sajadah iman, niscaya keridhoan Allah yang akan menyertainya menuju keselamatan hidup di dunia dan di akhirat.” Pungkas sang Ustad menutup dialog tersebut.
Dan atas takdir-Nya pada Ahad, 13 Mei 2012 di sebuah kampung yang jauh dari hiruk-pikuk keramaian dunia telah berlangsung prosesi akad nikahnya. Keberhasilan yang luar biasa karena Zain Amrullah mampu terbebas dari budaya pacaran yang biasa dilakukan banyak pasangan sebelum menikah. Fenomena pacaran yang ternyata dipenuhi aroma dusta karena masing-masing pelaku hanya menyampaikan kehebatannya saja, dan sedapat mungkin menyembunyikan kekurangan dan kemunafikannya.
Sudah teramat banyak pasangan yang terjerumus dalam gelora asmara tanpa bingkai cinta meski dibibirnya berucap cinta dan cinta. Cinta yang terucap bagaikan penjual kacang ketika menawarkan dagangannya. Jika demikian maka nafsu asmara tiada lagi mampu terkontrol, dan asmara yang tidak dikendalikan itu layaknya kuda liar yang berlari kesana kemari. Hasilnya, banyak wanita hamil tanpa status, aborsi di mana-mana, pemerkosaan dan pelecehan harkat wanita, dan yang mengerikan ketika sex bebas merajalela. 
Inilah ibrah yang dapat kita ambil ketika asmara dilandasi cinta karena Allah, maka kemuliaan kaum wanita senantiasa terjaga. Kehidupan keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah tidak sebatas slogan yang hanya ada di acara resepsi pernikahan. Semoga Allah senantiasa menjaga keutuhan bangunan cinta diatas sajadah iman hingga ke akhir zaman. Amiin ya Robb…








Baca Selengkapnya ....

Ekspedisi Cinta Kartini

Posted by Kabar Sehat 21 April 2012 1 komentar
Melanjutkan napaktilas kehidupan Zain Amrullah dari perspektif asmara adalah bagian dari proses penjajakan jati dirinya. Dalam bab ini mungkin hanya sedikit mengangkat ekspedisi cintanya, karena kehidupan aktifis rata-rata menyerahkan urusan cinta asmaranya kepada Allah SWT. Sehingga momen penting yang layak dijadikan sejarah sangat minim, hal ini disebabkan kebiasaan kebanyakan aktifis dakwah menikah tanpa proses pacaran sebelumnya.

Diawali masa pubernya di bangku SMP yang tragis karena dampak kerusuhan Ambon, Zain mencatatkan diri sebagai remaja yang enggan bergaul dengan teman-teman putri kecuali ada kepentingan organisasi. Status ini dilanjutkan ke jenjang SMA dan Mahasiswa yang hari-harinya disibukkan kegiatan-kegiatan berorganisasi. Meski dari beberapa koresponden yang juga teman-teman disekelilingnya, banyak yang menyatakan teramat banyak wanita yang telah disakitinya karena perasaan mereka dicuekin. Wallahu 'alam...

Dan pada akhirnya Zain menentukan pelabuhan hatinya ketika menjabat sebagai salah satu pengurus organisasi tingkat nasional. Seperti telah dijelaskan etika pernikahan aktifis yang tanpa pacaran sebelumnya, Zain juga menyerahkan urusan calon jodohnya pada ustad yang dipercayainya. Puncaknya pada Sabtu, 21 April 2012 bertepatan saat opininya untuk pertama kali dimuat media cetak nasional (koran Republika), ekspedisi pun dimulai ke rumah seorang Kartini A.R. (bukan R.A. Kartini) dengan team yang terdiri dari : Ust. Nasfi, Ust. Faisal, Ust. Hanif, Ust. Hafid, Bang Musliadi dan adiknya, Bang Imam Nawawi, Bang Nawir, Bang Sapar, Bang Suhardi, Bang Rahmat, Akh Hendri, Akh Heru dan Akh Marsono.

Hasilnya, Zain diterima oleh keluarga sang akhwat dan mereka ridhoi putrinya menjadi permaisuri sang aktifis yang kini sedang menjabat Pengurus Pusat Syabab Hidayatullah itu. Impian menarik dan begitu indah dari sebuah syari'at Allah dalam melandasi bahtera keluarga, menjadikan dorongan kuat setiap aktifis dalam menempuh kisah asmaranya. Tentu itu bukan sebuah pekerjaan mudah, karena banyak juga kasus yang telah mencoreng gerakan aktifis ketika bermain-main dengan api asmara di luar syari'at. Semoga Allah menjaga kita semua dari fitnah neraka yang tak kenal henti. Baarakallaahu laka, wa baaraka 'alaika, wa jama'a baynakumaa fii khair.









Baca Selengkapnya ....

Jadi Artis Sehari

Posted by Kabar Sehat 16 April 2012 0 komentar





Baca Selengkapnya ....

Pengalaman Idul Fitri Sang Aktifis

Posted by Kabar Sehat 10 April 2012 0 komentar
"Fitri adalah kata yang sering dimaknai suci atau berarti kembali pada fitrah. Hal ini bertolak belakang dengan pengamatanku selama merayakan hari raya Idul Fitri di beberapa daerah tempatku berhijrah."

Berawal pada malam takbir, malam yang meriah sebagai tanda penutup bulan Ramadhan. Diwarnai gema takbir berkumandang dimana – mana, pawai kendaraan yang terus mengagungkan asma Allah, pesta kembang api turut memeriahkan malam, konser – konser musik bertajuk kemenangan dan masih banyak lagi bentuk – bentuk acara lainnya. Namun aku tertegun saat berkunjung ke beberapa masjid yang nampak lengang, hanya terdapat beberapa orang setengah baya yang aku prediksi adalah amil zakat fitrah, ditambah beberapa anak kecil yang terus ceria mengumandangkan takbir meski dengan lafaz ala kadarnya. Aku terus coba mengamati pengunjung masjid hingga waktu larut malam, hampir disemua masjid keadaannya sama, hanya ada beberapa orang yang datang sambil membawa zakat kemudian bergegas pergi lagi. Mungkin sebagian besar masyarakat telah menitipkan zakat fitrahnya pada family atau tetangga sekitar, sehingga mereka tidak perlu berbondong – bondong ke masjid lagi.


Pertanyaanku, mengapa masjid itu lengang?meski ada beberapa masjid yang juga ramai dengan kegiatan penutup bulan Ramadhan, dan coba lihatlah acara konser bertajuk kemenangan dipadati manusia, lihatlah jalanan yang diramaikan pawai tanpa mengindahkan hijab antara ichwan dan achwat, pesta kembang api yang sudah tentu membakar dana tidak sedikit dan hal lain yang perlu kita evaluasi bersama terkait perayaan malam Idul Fitri, inilah potret kebudayaan negeri yang perlu segera kita benahi secara menyeluruh dengan bersama – sama bila ingin menuju peradaban Islami.

Dan ketika fajar menyongsong hari, masih saja lengang masjidku tercinta. Adzan shubuh bersahutan, seharusnya sebagai pertanda umat islam berbondong – bondong melaksanakan kewajibannya sholat shubuh berjamaah di masjid. Tetapi kenyataannya adalah masjid itu mlompong, hanya beberapa orang yang lagi – lagi telah berumur senja yang sudi bergegas ke Baitullah. Kebanyakan masyarakat enggan ke masjid mungkin karena memilih sholat di rumah atau mungkin sibuk mempersiapkan kondisi rumah untuk menyambut tamu ketika Riyadinan ( acara bersalam – salaman, saling mengunjungi setelah sholat ied). 

Hal yang memprihatinkan bila kondisi seperti itu masih terus dibudidayakan, hanya untuk 10 – 15 menit berjamaah di masjid saja sulit, sedangkan untuk membuat kue, membersihkan rumah, menyetrika baju, itu semua dipersiapkan berjam – jam bahkan semalaman. Adakah kebiasaan ini pernah dicontohkan pada Zaman Rosulullah? Nah marilah kita bangun paradigma mensyukuri nikmat di senja hari dengan baik dan benar sesuai tuntunan syariat agar sambutan kita pada Idul Fitri bernilai ibadah.

Hal yang menggembirakan ketika aku tidak bisa mendapat shof terdepan untuk sholat ied berjamaah, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat sangat bersemangat untuk melaksanakan sholat ied dengan berjamaah. Namun yang harus digaris bawahi adalah ceremonial ketika usai sholat ied, berbaurnya jamaah di sepanjang jalan atau rumah – rumah untuk saling bersalam – salaman melebur dosa. Fenomena yang mungkin berdasar pada hadits yang sempat aku rekam dalam angan yang insya Allah berbunyi,” Tidaklah dua orang saling bertemu lalu keduanya berjabat tangan, melainkan akan diampunkan dosa keduanya sebelum mereka berpisah”. (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah). 

Bila hari ini adalah hari dimana kita akan dibersihkan dari dosa, bukankah berjabat tangan selain muhrim adalah dosa? dan bagaimana kita akan bersih dari dosa jika sehari sudah sekitar satu desa orang yang bukan muhrim menggenggam tangan kita? Mulai dari balita, anak – anak, remaja, orang dewasa hingga kakek nenek saling bertemu dan bersalaman, dan tidak jarang ada yang membumbui pertemuan tersebut dengan cipika – cipiki baik sejenis atau dengan lawan jenis tanpa mengindahkan yang namanya hijab, seakan – akan hari ini Allah memberi dispensasi untuk hijab. 

Di hari yang seharusnya Fitri tersebut, ternodai oleh tontonan amoral pasangan manusia yang sedang kasmaran. Dengan dalih ingin berkunjung kerumah sanak family, banyak para remaja yang berpasangan dan aku yakin belum resmi hijabnya bercengkrama ria memadati tempat – tempat tongkrongan, tempat wisata, sudut – sudut kota, dan daerah yang dianggap mereka romantis. Layaknya bumi sendiri mereka berbuat tanpa peduli sekelilingnya, dan parahnya lagi ternyata ada beberapa orang tua yang bangga jika mengetahui anaknya pada hari itu bepergian tidak lagi sendiri alias jomblo. Sungguh ironis umat Islam di negeriku.

Sebagai penutup cerita mudik, aku coba bermain keluar kota atau lain daerah dengan harapan agar menemukan peradaban yang bisa menjadi literature kisah hidup. Semuanya hampir sama bentuk acara dan kegiatannya, hanya mungkin sedikit perbedaan semisal waktu untuk beramah – tamah tidak langsung pada pagi hari setelah sholat ied, melainkan dilakukan malam hari setelah senja terbenam diufuk barat.

Demikian itu adalah fakta yang dapat terungkapkan dan aku yakin hal tersebut terjadi telah mengakar di masyarakat kita terutama pedesaan. Bagaimanakah seyogyanya orang – orang para golongan manusia yang telah diberi pemahaman lebih mengenai syariat untuk menyikapi kondisi seperti ini? Tanggungjawab telah didepan mata. Apakah berlebihan jika aku memandang ini sebagai pembodohan peradaban? Bagaimana tidak, iman yang terasah dan hati yang terbasuh dalam sebulan tidak berpengaruh pada sikap kita di hari Fitri. Menyedihkan lagi karena banyak mereka yang meninggal dalam kecelakaan ketika asyik dengan celebrate hari raya ini, sudah cukupkah bekal mudik mereka sebagai pengganti bekal di alam kubur?. Jadilah ini bahan renungan kita semua sehingga kita dapat mengambil jalur hidup yang benar sesuai tuntunan syariat. Semoga Allah mengampuni kelalaian kita dan meridhoi kita untuk ikut andil bagian dalam upaya mengembalikan kejayaan Islam. Amien


Baca Selengkapnya ....

Tutorial terpopuler yang sering dikunjungi :

TEMPLATE CREDIT:
Tempat Belajar SEO Gratis. Original design by Bamz | Copyright of IQRO MEDIA.